Rabu, 31 Desember 2014

Auf Wiedersehen...

Teeettt,,, tooott,,,
Dar,,, der,, dor,,,

Petasan dan kembang api riuh rendah tengah malam ini. Yups, pergantian tahun 2014 ke 2015 baru saja lewat.

Saya bukan tipe orang yang merayakan tahun baru, dari masa masih sekolah dulu pun tidak. Entahlah, mungkin terdengar kurang menikmati usia muda, tapi jujur, dari dulu saya tak pernah bisa paham esensi perayaan tersebut. Seakan pergantian tahun berarti sebuah keberhasilan melewati rentang waktu kehidupan. Bukankah kita seharusnya menangis, karena pergantian tahun berarti berkurangnya waktu kita di dunia? Di sisi lain ada rasa miris juga melihat hedonisme satu malam tersebut. Menghabiskan banyak energi, waktu, materi untuk satu malam yang toh esok paginya matahari tetap terbit dari timur. Tetap matahari yang sama... Dan para fakir tetap harus mengais dari tumpukan sampah demi sesuap nasi. Bagaimana jika semua sumber daya yang dihamburkan itu dialihkan untuk orang yang membutuhkan?
Dan saya juga tidak terlalu sependapat dengan kata-kata "Semoga kita bisa menjadi lebih baik lagi di tahun 2015." Bukankah kita harus lebih baik di setiap detik yang kita lewati?
Pemikiran yang cukup berat untuk seorang pelajar saat itu.

Setelah dewasa, saya baru mengetahui masalah asal muasal perayaan tahun baru Masehi ini, bagaimana hukumnya dalam Islam dan berbagai aspek religiusnya. Tapi saya tidak akan mengulas hal tersebut. Entah mengapa, rasanya saya belum pantas membahas hal tersebut. I am not such good enough to judge something religiously. Thank god, walaupun saat remaja saya tidak mengetahui aspek religiusnya, Allah membimbing saya berdasarkan kemampuan menalar dan menilai sisi sosialnya.

2014 banyak peristiwa besar yang terjadi pada hidup saya. Banyak nilai baru yang saya pelajari, beberapa nilai lama pun saya buang.

Sebagian besar 2014 saya lewati dengan perut buncit. Hamil. Hahaha Kehamilan adalah peristiwa yang ajaib menurut saya. Merasakan gelitik kecil dari dalam perut hingga menyeringai menahan ngilu karena tendangan kuat yang membuat otot perut menonjol asimetris. Semua ibu hamil pasti merasa takjub. Saya terkadang tak percaya ada makhluk bernyawa di dalam sana. Masya Allah....

Alhamdulillah, kehamilan saya lewati dengan indah. Nyaris mulus tanpa muntah dan keluhan berarti. Allah Maha Pengasih memberi bayi yang pengertian dan baik hati untuk saya. Walaupun sempat terjadi insiden yang menyedihkan di bulan ke 7, tapi berkat izin Nya, semua saya lalui dengan bahagia.

Persalinan. Disinilah semuanya diuji. Saya mungkin akan membuat posting khusus tentang ini, tapi secara global, tahap persalinan yang saya lewati tidak seindah masa-masa kehamilan. Namun saya legowo, toh Allah sudah berbaik hati memberi masa 9 bulan yang indah dan lancar, kenapa saya masih harus sangat tamak berharap mendapat persalinan yang mudah lagi? Toh bila memang Allah menghendaki semua akan terjadi dengan mudah. Saya yakin Allah Maha Adil, dan bentuk keadilnnya adalah memberikan proses persalinan yang penuh perjuangan setelah masa kehamilan yang nyaris tanpa keluhan. Allahuakbar

Saat ini, setelah Baby Ray lahir, saya fokus untuk memberikan pengasuhan semaksimal mungkin. Seperti yang telah saya dan suami tekadkan, kami hanya bisa membekali anak kami dengan dua hal saja, Kesehatan dan Pendidikan. Masalah materi, biarlah dia belajar hidup sederhana sedari kecil. Toh, kami masih tertatih menuju kemapanan saat ini.
Maka saya berusaha memastikan Ray mendapat ASI ekslusif dan MP ASI yang terbaik untuk perkembangan otak dan kematangan organnya. Agar ia sehat dan baik imunitasnya dewasa nanti.
Masalah pendidikan, tentu saja pendidikan umum dan agama harus sejalan. Tapi yang sangan penting adalah pendidikan karakter dan mentalnya sedari bayi. Bukan rahasia lagi, banyak penelitian dan teori yang merilis hubungan pola asuh saat bayi dan balita dengan perkembangan kepribadian anak hingga kematangan tingkah laku saat dewasa. Cukup naif memang, tapi saya yakin, semua hal dinilai dari segi proses dan usahanya. Maka saya akan mengusahakan semaksilmal kemampuan saya untuk titipan Allah ini.

Tahun 2014 ini saya kehilangan seorang yang cukup saya sayangi. Nenek dari pihak papa meninggal dunia pada 13 Oktober lalu. Saya bisa memanggilnya "amak belakang" karena posisi rumahnya yang agak tersembunyi dari jalan raya kampung kami. Amak adalah seorang wanita yang sangat penyabar, saya belum pernah mendapati beliau memarahi siapapun. Amak juga gigih dan kuat kemauan. Apa yang dinginkannya akan diperjuangkan dan diusahakan. Pernah saya mendengar, amak yang kakinya sakit karena rematiknya berusaha sekuat tenaga untuk pergi majelis taklim hingga harus dibopong orang ke lokasi. Sayang, Allah tidak memberikan fisik yang prima untuk amak semasa hidup. Beliau sering sakit-sakitan. Secara postural amak memang memiliki massa tubuh bagian atas yang besar dan kaki yang kecil, sehingga membebani lututnya. Itulah yang membuatnya sulit berjalan, menurut saya itu osteoarthritis. Pembentukan jaringan tulang baru pada ujung tulang panjang yang menyebabkan gangguan pergerakan sendi dan menimbulkan nyeri. Beliau juga menderita hipertensi bahkan hingga sistolikny diatas 200 mmHg. Tapi beliau tidak pernah merasa pusing ataupun hilang kesadaran. Mungkin karena sedari muda terbiasa memaksakan diri dengan kegigihan dan kuatnya kemauan. Akhirnya hal inilah yang menyebabkan beliau tumbang. Stroke hemoragik. Hingga menyebabkan parese ekstremitas kanan, alias lumpuh anggota gerak kanan. Beliau juga sulit berbicara walahpun fungsi kognitifnya masih baik. Sangat menyedihkan membayangkan keadaan beliau harus selalu terbaring, tidak mampu berkomunikasi karena orang tidak paham apa yang dikatakannya padahal dia mengerti apa yang disampaikan orang lain.Hal ini mengajarkan saya untuk lebih memperhatikan kesehatan dan tau sampai batas mana saya harua berhenti memaksakan diri.

Masih teringat dulu, amak sangat jago membuat berbagai makanan tradisional. Kesukaan saya adalah godok pisang dan di masa sehatnya amak selalu membuatkan penganan tersebut setiap saya pulang kampung. Hal lain yang tak pernah saya lupa adalah saat saya makan beras ketan setengah matang yang sedang dimasak amak. Saat semua keluarga bergidik dan melarang karena takut saya sakit perut, amak hanya tertawa dan berkata "bia lah nyo cubo dulu, lamak tu mah, ambo iyo suko lo.." (biarlah dia coba dulu, pasti enak, saya juga suka,,,) Ternyata kami punya kesukaan yang sama.

Satu hal yang saya sesalkan adalah amak tidak bisa melihat saya duduk sebagai pengantin di pelaminan. Beberapa minggu sebelum pernikahan saya, amak diserang stroke, dan beliau hanya terbaring lemah di kasurnya di kampung. Padahal jauh hari amak telah berencana untuk membuat sebuah arak-arakan pengantin untuk saya. Sayangnya rencana itu gagal...
Bila mengingat itu semua, cukup sedih rasanya menyadari saya tak akan bisa bertemu amak lagi. Pada hari kepergiannya pun saya tak bisa mengantarkan beliau ke peristirahatannya. Ray baru berusia 2 bulan dan saya tak mungkin melintasi pulau menuju kampung halaman. Mungkin cuma doa yang bisa saya kirimkan, dan nanti saat saya bisa pulang kampung, saya akan membersihkan pusaranya, karena hanya itu yang dapat saya temukan bila saya rindu kasih sayang beliau.

Dua jam berlalu dari pergantian 2014-2015. Ray sudah tertidur pulas, setelah berkali-kali terbangun kaget karena suara petasan dan kembang api. Saatnya saya beristirahat, karena esok pagi masih ada matahari yang sama yang akan terbit. Masih banyak mimpi yang harus dikejar dan masih ada umur yang harus saya pertanggungjawabkan.

01 Januari 2015